Senin, 14 Desember 2009

KEKASIH SUNGAI KEHIDUPAN

Dan sungaipun bertanya kepada Angin, " siapa gerangan yang menjadi kekasihmu ?. Dan dengan sebab apa kincir menjadi kekasihmu, sehingga engkau lekatkan nama besarmu padanya ?”


Aku mencintainya, kepatuhan itu menjadi jalan cintaku, lenyap dirinya dalam kehendaku. Pandang dia ada Aku.


”Duhai Angin, bisakah aku menerima kasih kemurahamu.

Untuk sesaat meninggalkan wujud ragaku bersatu dalam gerak dan kehendakmu ?”


"Dengan membiarkan dirimu terserap Angin.


"Gagasan itu tidak bisa diterima Si Sungai. Bagaimanapun, sebelumnya ia sama sekali tidak pernah terserap. Ia tidak mau kehilangan dirinya.

Dan kalau dirinya itu lenyap, apakah bisa dipastikan akan didapatnya kembali?


"Aku kuasa," kata Angin. Aku membawa air, membawanya terbang dan menjatuhkannya lagi. Jatuh ke bumi sebagai hujan, air pun menjelma sungai."


"Bagaimana aku bisa yakin bahwa itu benar?"


"Kalau kamu tak mempercayain, kamu hanya akan  menjadi  paya- paya;  dan  menjadi   paya-paya   itupun memerlukan   waktu   bertahun-tahun   berpuluh   tahun.  
Dan paya-paya itu jelas tak sama dengan sungai, bukan?"

"Tapi, tak dapatkah aku tetap  berupa  sungai,  sama  dengan keadaanku kini?"
"Apapun  juga yang terjadi, kau tidak akan bisa tetap berupa dirimu  kini,"  bisik  suara  itu.
"Bagian  intimu  terbawa terbang, dan membentuk sungai lagi nanti. 
Kau disebut sungai juga seperti kini, sebab kau tak  tahu  bagian  dirimu  yang mana inti itu."
 

Mendengar hal itu, dalam pikiran Si Sungai mulai muncul gema. Samar-samar, ia ingat akan keadaan ketika ia --atau bagian dirinya ? --berada dalam pelukan angin.

Ia juga ingat-- benar demikiankah? bahwa hal itulah yang nyatanya terjadi, bukan hal yang harus terjadi.

Dan  sungai  itu  pun  membubungkan  uapnya ke tangan-tangan angin yang terbuka lebar, dan yang kemudian  dengan tangkas mengangkatnya  dan menerbangkannya,
lalu membiarkannya merintik lembut segera  setelah  mencapai  atap gunung –nun disana yang tak terkira jauhnya. 

Dan karena pernah meragukan kebenarannya, sungai itu kini bisa  mengingat-ingat   dan mencatat  lebih  tandas  pengalamannya secara terperinci. 
Ia merenungkannya, "Ya,  kini   aku   mengenal diriku   yang sebenarnya.", bisik Sungai Kehidupan.


Bandung, 17 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar