Minggu, 13 Desember 2009

Ayam Jantan Dan Burung Malam

“Wahai ayam jantan kenapa kamu tidak menampakan diri, kenapa hanya suara merdumu yang keluar, yang setiap pagi membangunkan orang.” Tanya burung malam pada sang ayam jantan. “Aku sebenarnya hanya berhajat untuk menyampaikan suaraku itu, walaupun aku ini ayam, aku ingin suaraku mengantarkan manusia mengawali paginya dengan beribadah mengingat Tuhan.”


“Aku sarankan lebih baik jika kamu menampakan dirimu, sehingga selain mengagumi suaramu, banyak manusia bisa melihat keindahan bulumu, kecantikan ekormu dan keelokan paruh dan jalumu. Bagimu tidak masalah untuk menampakan diri di siang hari, tapi bagiku siang hari sama artinya dengan kebutaan. Aku lebih tersiksa hidup disiang hari.”


“Wahai burung malam, mungkin nasehatmu sepertinya benar, tapi aku punya alasan lain untuk tetap bersembunyi dikandangku ini. Pertama : tugasku hanya berkokok, meyampaikan suara peringatan mulai dari tengah malam sampai menjelang fajar menyambut pagi, menandai awal kehidupan baru di siang hari. Aku hanya berharap semoga dengan suaraku itu ada manusia yang mengawali kehidupan barunya dengan ibadah pada Tuhannya. Aku kuatir kalau aku keluar dari kadangku, ketika banyak manusia memuji kecantikanku, aku khilaf dan jatuh pada kekaguman padi diriku sendiri. Tahukah kamu bagaimana seekor ayam jantan yang mengagumi dirinya sendiri, dia kepakan sayapnya sekuat-kuatnya dan dia keluarkan suaranya sebagus-bagusnya. Tapi karena sebab itulah dia menjadikan ayam lain iri dan tertantang olehnya. Dan pada akhirnya persaingan dan pertarungan tidak dapat dielakan lagi untuk merebut status keduniaan.”


“Bahkan ayam seperti aku ini seringkali tertipu, mengagumi suaraku sendiri, kebanggaan akan diri dan pada akhirnya menyepelekan dan menganggap remeh ayam lain. Inilah musibah terbesar bagiku.”


“Alasan kedua : aku kuatir, ketika manusia melihat diriku adalah seekor ayam jantan yang tidak secantik dan seindah yang mereka bayangkan, jalannya pincang, bulunya rusak dan jelek dan badanku dekil, mereka tidak mau lagi mendengar suaraku. Mereka tidak mau lagi mendengarkan suara kebenaran itu karena sudah tahu bahwa suara itu keluar dari mulut ayam jelek seperti aku. Mereka sudah terhijab diriku dari melihat kebenaran itu. Itulah kekuatiranku.”


“Maka aku putuskan biarlah aku tetap dikandangku dengan keadaanku sekarang ini. Dan biarlah mereka menilai dengan persepsinya masing-masing karena diantara mereka memang tugasnya menilai. Dan masing-masing mereka akan dimintai pertanggunjawaban atas penilaiannya tersebut. Aku tidak peduli dengan hasil penilaian itu karena tanggung jawabku bukan pada mereka yang menilai tapi pada Tuanku.”


“Aku hanya seekor ayam, mengemban tugas untuk selalu mengingatkan manusia dalam kelelepan tidurnya di malam yang gelap ini, semoga masih ada diantara mereka, tidak lagi mempersoalkan ayam seperti apa yang berkokok itu, kecuali hanya karena ingin mendengarkan suara peringatan, agar selalu waspada dalam kelelepan tidur malamnya.”


“Jangan kau lihat kebenaran itu dari siapa yang mengatakan, tapi lihatlah kebenaran itu dari apa yang dikatakan. Biarpun mutiara itu keluar dari mulut anjing, tapi dia tetaplah mutiara”.


“Kalau begitu alasanmu, ya… sudahlah aku cuma mengingatkan saja.” Jawab Sang Burung Malam; “Terima kasih atas peringatanmu… dan sepertinya aku memang butuh untuk selalu diingatkan”.


Baturaja, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar