Hampir setiap pagi saya harus mengantar 2 anak saya bersekolah, anak tertua duduk dibelakang dan yang kedua duduk didepan jok motor yang kami kendarai. Rutinitas yang menjadi kewajiban untuk dijalani sebagai orang tua yang harus menghemat pengeluaran biaya rumah tangga.
Suatu saat anak saya yang biasa duduk di depan jok bertanya, kenapa setiap perjalanan dan dia (anak) duduk di jok depan, bapak (saya) kok kaca helmnya selalu dibuka. Apa supaya kegathengan bapak bisa dilihat orang lain atau karena alasan apa. Rupanya selama ini dia memperhatikan perilaku bapaknya, yang seringkali berperilaku GEMAGUS (narsis: sok kegathengan).
Anaku ketahuilah, bahwa sebagai bapak juga perlu merasakan apa yang dialami anaknya selama dalam perjalanan. Terpakan angin dan debu jalanan yang menimpamu juga harus saya rasakan agar aku dapat menyesuaian kecepatan kendaraan ini sehingga kamu tidak menderita selama perjalanan, dan aman sampai tujuan.
Kalau kaca helm bapak tertutup, maka bapak tidak tahu penderitaanmu akibat terkena asap kendaraan, debu jalanan dan tiupan angin. Pengertianku terhadap dirimu saja tidak cukup untuk menjadikan bapak bijaksana memperlakukanmu, sebelum bapak juga merasakan sendiri kenyataan yang kamu hadapi.
Ketahuilah anaku, dalam kehidupan kita sehari-hari seharusnya demikian juga bapakmu ini memperlakukan dirimu. Bapak sebagai orang tua dan sekaligus pemimpin motor rumah tangga, perilaku bapakmu tidak hanya berdampak pada diri sendiri tetapi juga berakibat pada seluruh anggota keluarga yang dipimpin. Maka kehati-hatian bapakmu dalam berperilaku sesungguhnya terkandung kasih sayang untuk orang-orang dekatnya dan terlebih untuk keturnannya, bukan hanya kepentingan dirinya semata.
Hanya dengan kenyataan hidup, seseorang tumbuh menjadi bijaksana.
Matur nuwun Kanjeng Nabi, maturnuwun Bapak, matur nuwun Bapa Guru.
Bandung, 07 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar