Minggu, 30 Desember 2012

AWAN KETIDAKTAHUAN

Allah Yang Tak Dikenal tidak mungkin dikenal dengan instrumen pikiran. Bagaimana mungkin Allah Yang Tak Terbatas bisa dikenali dengan instrumen pikiran yang terbatas? Karenanya, untuk mengenal Allah, pikiran ini mesti be...rakhir, termasuk pikiran kita tentang Allah.

Kita sering berelasi dengan Allah seperti kita berelasi dengan seekor sapi. Kita membutuhkan sapi karena kita menyukai susunya, kejunya, dagingnya, kotorannya yang bisa dipakai sebagai pupuk, dan seterusnya. Kita berelasi dengan Allah sering kali karena kita mempunyai motif. Pikiran dan keinginan kita telah membentuk gambaran-gambar-an kita sendiri tentang Allah. Allah sering kita sebut baik, kalau memenuhi keinginan kita. Allah kita sebut tidak adil, kalau tidak bisa memenuhi keinginan kita. Kita berelasi dengan Allah hanya sejauh Allah relevan dengan pengalaman kita.

Bagaimana mungkin Allah Yang Tak Terbatas bisa disentuh secara langsung dengan isi pengalaman yang serba terbatas?

Ide, konsep, gambaran, ajaran tentang Allah atau tentang Kebenaran bukan Allah atau Kebenaran itu sendiri. Kata tidak sama dengan apa yang dikatakan. Kata hanya menunjuk pada realitas dan hanya
bermakna sebagai penunjuk realitas. Ketika realitas itu sudah dikenal, maka kata tidak punya makna lagi. Gambaran atau ajaran tentang Allah sering kali kita pegang sebagai sebuah kebenaran, padahal itu semua bukan Kebenaran yang sesungguhnya, bukan Kebenaran Yang Hidup.

Fungsi pertama dari pikiran adalah untuk mengenal sesuatu yang ditangkap oleh indra dengan memberinya nama. Kemudian, pikiran membuat pemisahan dan menggerakkan relasi antara subjek dan objek. Pengalaman dalam relasi antara subjek dan objek tersebut sering kali meninggalkan jejak ingatan dalam otak kita. Ingatan ini kemudian dipakai untuk merespons rangsangan dari luar atau di dalam batin. Itulah mengapa pikiran terkondisi oleh ruang dan waktu.

Jelaslah bahwa pikiran tak akan mampu mengenal Kebenaran Yang Hidup secara langsung.

Meskipun pikiran tak akan mampu menangkap Kebenaran Yang Hidup, mengapa orang sering terjebak pada kesesatan dengan memegang ajaran, dogma, atau kebenaran jenis tertentu sebagai yang paling benar? Mengapa orang mudah lari kepada gambaran Tuhan tertentu, yang sebenarnya bukan Tuhan yang sesungguhnya?

Bukankah orang dalam hidup ini hanya menemukan rasa tidak aman, tidak pasti, tidak kekal, tidak membahagiakan? Karena itu ada gerak keinginan untuk mencapai rasa aman, kepastian, kekekalan, kebahagiaan; dan pikiran menemukan semua itu di dalam entitas yang disebut Tuhan. Bagaimana mungkin Tuhan yang sesungguhnya bisa ditangkap oleh pikiran?

Semua pelarian itu adalah hasil dari gerak pikiran. Bukankah ketika pikiran yang tidak sungguh kita butuhkan terus bergerak, sudah timbul rasa takut? Ketakutan adalah ketidakberanian - untuk menghadapi fakta apa adanya. Adalah fakta bahwa kehidupan ini penuh penderitaan, ketidakpastian, - ketidaknyamanan -, dan seterusnya.

Tetapi orang cepat-cepat lari dari kenyataan itu dengan mengembangkan gambaran tentang Allah, kesucian, hidup abadi, iman yang benar, dan seterusnya. Kemudian orang melekat pada gambarannya sendiri tentang Allah atau kebenaran, serta menciptakan konflik bagi dirinya sendiri dan konflik satu dengan yang lain.

Untuk mengenal Allah yang tidak bisa dijangkau dengan pikiran, seluruh pengetahuan kita mesti berhenti. Bisakah batin bebas dari pengetahuan dan seluruh isi pengalaman? Berhentinya pikiran dan seluruh isi batin, seperti membuat kita masuk ke dalam “awan ketidaktahuan.” - Batin menjadi diam, bebas dari segala yang dikenal.

Di sanalah Allah Yang Tak Dikenal mungkin akan dikenal oleh batin yang diam.

Johanes Sudrijanta, SJ

===============

Catatan HUDOYO HUPUDIO:

"The Cloud of Unknowing" (Awan Ketidaktahuan), sebuah risalah mistisisme Kristiani abad ke-14 M, yg tak diketahui penulisnya, dari Inggris

http://en.wikipedia.org/wiki/The_Cloud_of_Unknowing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar